SEPENGGAL CERITA DARI KUALANAMU

 Oleh : Rama Andriawan

Rencana Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang menargetkan Bandara Kualanamu beroperasi akhir tahun 2009 ternyata  meleset dari perkiraan. Pembangunan bandara memang terus berjalan. Di tengah areal  bandara terlihat puluhan truk keluar masuk membawa material bangunan. Areal yang dulunya bekas lahan sawit tersebut sudah rata denga tanah. Sisa-sisa penebangan tak nampak lagi di sana.

Sesaat sebelum masuk ke areal bandara, di depan tembok dekat pintu masuk berdiri tegak plakat yang bertuliskan : "DILARANG MASUK AREAL BANDARA BARU KUALANAMU."  Saya sempat mengernyitkan kening ketika membaca tulisan itu. Pasalnya, perjalanan dari Medan melewati teriknya mentari sudah cukup membuat saya melepas dahaga dengan menelan air ludah agar sampai di Kualanamu. Belum lagi sakitnya pinggul karena banyaknya jalan yang berlubang selama perjalanan. Untunglah, itu hanya tulisan yang tak bertuah. jadi, siapa saja boleh masuk, meskipun tanpa izin.

Buktinya, posko yang berada di areal bandara hanya di huni oleh perempuan separuh tua yang sedang tertidur. Berbeda dengan posko ke dua yang jaraknya sekitar 500 meter. Di sana, masih terlihat adanya penjagaan. Kedatangan saya, membuat perempuan itu terjaga dari tidurnya karena mendengar suara sepeda motor.

Sembari mematikan mesin sepeda motor, saya bertanya pada seorang anak yang kebetulan sedang bermain di areal bandara. Sekedar memastikan, lewat jalan mana yang lebih cepat jika nanti kembali pulang ke Medan.

"Kalau abang mau cepat, lewat Pakam aja, Bang. Sekitar dari sinilah ke Batang Kuis. Abang lewat dari jalan ini (Sambil menunjuk ke jalan yang digenangi air). Trus, nanti tinggal belok kiri aja lurus," ujar anak tersebut.

Dalam hati saya bertanya, "Dari Batang Kuis saja sudah cukup jauh. Bagaimana pula kalau keluar ke Lubuk Pakam?" Ini sih, namanya sama-sama jauh.

Di dekat posko memang terdapat jalan yang digenangi air. Tidak begitu dalam. Panjangnya sekitar tiga meter membelah inti badan jalan yang rusak. Warga sekitar memanfaatkan genangan air ini untuk mencuci sepeda motor mereka. Lumayanlah, ketimbang harus merogoh kocek untuk dibawa ke door smeer.

Jalan yang digenangi air tersebut menjadi perlintasan warga menuju Lubuk Pakam, ibu kota Deli Serdang. Sebaliknya, dari arah Lubuk Pakam bisa melintas ke kecamatan Batang Kuis. Kebetulan, dari Medan ke Kualanamu saya lewat dari kecamatan Batang Kuis.
Banyaknya jalan yang rusak membuat saya harus ekstra hati-hati agar tidak masuk ke badan jalan yang berlubang. Sepanjang perjalanan, masih banyak desa-desa kecil yang harus dilalui agar sampai di Kualanamu.

Masuk lebih jauh ke areal bandara. Terlihat tiang-tiang pemancang begitu kokohnya berdiri. Puluhan truk pengangkut pasir saling bergantian menurunkan muatan. Saya mengamati aktifitas para pekerja di sekitar areal tersebut. Mereka dengan gigihnya bahu-membahu bekerja demi mewujudkan mega proyek pengganti Bandara Polonia tersebut.

Jika nanti sudah rampung. Kualanamu diproyeksikan akan menjadi bandara internasional terbesar ke dua setelah Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Sebuah mega proyek yang menelan biaya triliunan rupiah, tentunya. Pantaslah, H. M. Jusuf Kalla yang kala itu menjabat sebagai wakil Presiden Republik Indonesia, rela berdebu dan berpanas-panasan meninjau langsung proses pengerjaan bandara Kualanamu.

Pembangunan bandara Kualanamu sendiri berada di wilayah Kabupaten Deli Serdang yang melibatkan dua kecamatan. Yakni, kecamatan Pantai Labu dan kecamatan Beringin. Daerah tersebut merupakan daerah pesisir pantai yang kurang mendapat sentuhan program pembangunan dari pemerintah daerah.

Sekarang, sejak bergulirnya pembangunan Bandara Kualanamu. Harga tanah di daerah yang dekat dengan kawasan pembangunan bandara mendadak melonjak tinggi. Siapa yang ingin menjual tanah, harganya berlipat ganda dari harga biasa. Karenanya tak salah, jika orang-orang dari kota berlomba-lomba ingin memiliki tanah di Kualanamu melihat akan besarnya peluang untuk berinvestasi.


MASYARAKAT JADI KORBAN
Selama ini, pembangunan Bandara Kualanamu banyak menyita perhatian media cetak karena persoalan pelik yang dihadapi oleh warga kawasan sekitar bandara.
Realitas di lapangan menunjukkan, pembangunan Bandara Kualanamu telah menyisakan dampak sosial yang kurang manusiawi kepada masyarakat sekitar kawasan bandara tersebut akibat tindakan dan kebijakan sepihak oknum-oknum tertentu yang lebih beroreintasi kepada kepentingan pribadi dan sekelompok orang. (Senandung Kemanusiaan di Balik Mega Proyek Bandara Kualanamu, Analisa 2/10/09)

Beberapa media cetak menyebutkan. Masyarakat sekitar kawasan Bandara Kualanamu yang notabene bekerja sebagai nelayan tradisional merasa dirugikan akibat pengerukan pasir laut untuk pembangunan Bandara Kualanamu. Hasil laut yang biasanya dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari menjadi berkurang. Pengerukan pasir telah membuat ikan lari menjauh dari laut.

Kondisi memprihatinkan juga dialami oleh masyarakat kecamatan Beringin. Pasalnya, truk pengangkut pasir yang melintas merusak badan jalan. Masyarakat juga mengeluh akibat debu yang berterbangan dari angkutan proyek yang melintasi jalan. Tentunya, ini akan menjadi sumber penyakit baru.

Melihat kenyataan demikian, masyarakat sudah pernah berunjukrasa agar persoalan tersebut dapat dituntaskan. Nyatanya, tak pernah mendapat tanggapan dari pemerintah. Pembangunan tetap berjalan, meskipun masyarakat jadi korban. Toh, pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan individu semata.

Seharusnya, sebuah pembangunan haruslah memiliki konsekuensi yang jelas. Jangan
sampai ada masyarakat yang merasa dirugikan. Bukan justru menindas rakyat kecil.
Jika demikian, perlahan tapi pasti. Kalau tidak siap, peradaban warga sekitar akan tersingkirkan jika nanti warga kota mulai eksodus ke Kualanamu. Dan, pada akhirnya kaum marjinal akan tetap termarjinalkan.


SENJA TERAKHIR
Saat mentari ingin beranjak ke peraduan. Terasa hembusan angin begitu sejuk berhembus di sekitar areal bandara Kualanamu. Terik yang menyengat kulit, berubah jadi senja yang indah. Awan nampak mulai memerah di angkasa. Anak-anak terlihat dengan riangnya bersepeda melintasi areal Bandara Kualanamu. Mereka seakan tak sadar, bahwa tanah yang mereka injakkan adalah sebuah mega proyek dengan biaya triliunan rupiah.

Setidaknya, saya dan anak-anak tersebut bisa terlarut bersama menikmati indahnya senja di areal Bandara Kualanamu sebelum pembangunan bandara tersebut siap dan beroperasi. Hanya tinggal menunggu waktu. Jika sudah tiba, jangan sampai senja ini jadi senja terakhir di Kualanamu. Senja di sebuah mega proyek yang telah melukai hati rakyat kecil. ***

*Kualanamu, Nopember 2009

TETANGGA OH TETANGGA

Oleh : Rama Andriawan

Siapa bilang enak hidup bertetangga. Tidak sepenuhnya benar. Banyak tantangannya. Kadang saya menyesal, kenapa harus ada tetangga. Tapi, begitulah hakikat manusia, tak bisa hidup sendiri. Berinteraksi dengan masyarakat sangat diperlukan. Seperti juga dengan tetangga.

Tetangga, dalam kehidupan bermasyarakat adalah orang yang paling dekat dengan kita. Mereka adalah orang yang lebih dulu tahu keadaan kita sebelum saudara kita yang tinggal jauh. Bayangkan saja, jika anda dibuang ke dalam pulau yang tidak berpenghuni. Kepada siapa anda meminta tolong. Lain halnya, kalau rumah kemalingan. Anda masih bisa teriak berharap ada tetangga yang mendengar.

Tapi, beda dengan tetangga saya. Dulu, kami sangat akrab. Hubungan kami rukun dan harmonis. Tetangga yang lain sampai iri melihat kedekatan kami. Hari-hari yang dilalui terasa begitu indah. Kami ibarat sekuntum bunga yang merekah mempesona di tengah kegersangan.

Sebagai tetangga yang baik, saling mengunjungi merupakan tali penghubung untuk menjalin rasa persaudaraan diantara kami. Meski begitu, saya selalu menjaga sikap. Jangan sampai tindakan saya jadi tidak sopan dimata tetangga. Makanya, pandai-pandailah mengambil hati.

Entah kenapa, tiba-tiba tetangga saya ini mulai berulah. Kebetulan, didekat rumah kami, ada sebidang tanah yang sudah ditumbuhi padang rumput. Tanah itu sudah dari dulu jadi hak milik saya. Tetangga saya bilang, itu adalah tanahnya. Padahal, jelas-jelas sertifikat tanah ada di saya. Tapi dia bersikeras, kalau tanah itu milknya.

Tanpa sepengetahuan saya, rupanya ia mencari cara agar tanah itu bisa direbutnya. Saya tidak terlalu memperdulikannya. Toh, di sertifikat sudah tercantum atas nama saya. Alangkah kagetnya saya,di suatu ketika ia kembali mempersoalkan tanah itu. Dan, apa yang terjadi. Semua orang bersaksi, bahwa pemilik tanah yang sah adalah tetangga saya. Lemas jantung saya mendengarnya, pahit ludah ini terasa. Dengan berat hati, tanah itu saya relakan. Mau bagaimana lagi, prosedur dan kelengkapan mengenai tanah itu lebih lengkap punya tetangga saya ketimbang punya saya.

Sejak itu, hubungan kami mulai renggang. Meskipun dulu kami juga sering punya masalah. Tapi tak sampai seperti ini. Saling mengunjungi pun kami sudah jarang. Kedekatan itu terasa agak dingin.
Ternyata, lama tidak bertegur sapa, sikap tettanggaku ini semakin hari makin menjadi. Seenaknya saja dia terus mengusik. Mungkin karena dia melihat saya seorang sosok yang kalem. Makanya, dia berani demikian. Apa yang saya punya, ingin dimilikinya. Mulai dari hal kecil sampai hal yang besar.

Kemarin, ketika saya memancing ikan dikolam belakang rumah. Tetangga saya itu datang dengan membawa peralatan memancing. Untung cepat saya bertindak. Langsung saya usir dia. Seenaknya saja tanpa permisi masuk kelahan orang. Coba, siapa yang tidak berang?. Ditanyai alasannya, katanya cuma numpang lewat saja. Alasan yang tak logis.

Pernah juga waktu itu, saya lagi duduk membaca koran di teras rumah. Tiba-tiba terdengar suara musik dari lagu favorit saya. Saya sering karaokean dengan lagu itu. Tapi, perasaan saya tidak sedang memutarnya. Makin lama lagu itu makin jelas terdengar di kuping. Ini mimpi atau apa. Seolah tidak percaya, saya mencubit pipi. Refleks saya tersentak dari kursi. Ternyata benar. Lagu saya sedang dinyanyikan orang lain.

Saya langsung bangkit dan mencari tahu dari mana suara itu. Koleksi lagu seperti itu cuma saya yang punya. Panas hati ini mendengarnya. Setelah saya telusur, eh rupanya sitetangga yang menyanyikan lagu itu. Dengan asyiknya ia terlarut dalam liriknya. Dalam hati saya berpikir, nih orang kok nggak ada kapok-kapoknya ya. Dibaek-baekin kok malah ngelunjak. Entah kapan dia mengambilnya dari rumah. Beruntung dia mau minta maaf. Seabagai tetangga yang baik, tentu saya terima dengan lapang dada.

Yang lebih aneh lagi, disuatu pagi saya sedang menjemur kain di samping halaman rumah. Kebetulan sitetangga saya lewat. Tiba-tiba ia menghentikan langkah persis di depan pagar rumah. Apalagi ini, pikir saya. Sorotan matanya begitu tajam melihat saya. Kemudian ia masuk dan langsung menarik kain yang saya jemurkan, baju kesayangan saya. Dia enak saja mengambil baju itu. Lantas saya tanya kenapa dia mengambilnya.
"Apa anda tidak sadar, kalau baju yang anda jemur itu punya saya!" Begitu katanya, dengan sedikit membentak.
"Lihat warnanya! Disini cuma saya yang punya seperti itu," lanjutnya lagi.

Saya terdiam sejenak mendengar ucapannya. Meskipun sebenarnya hati ini bagai api yang membara, saya mencoba menghadapinya dengan tenang. Kemudian memberinya penjelasan.
"Warna boleh sama, tapi motif dan coraknya kan beda."
"Tidak! Ini punya saya!" Masih juga dia terus ngotot. Sudah dijelaskan, otaknya tetap membatu. Lantas, karena sudah muak mendengarnya. Saya tumpahkan seluruh emosi di kepala.
"Apa anda tidak tahu! Dari nenek moyang saya sampai tuju turunan, hingga dlapan tanjakan kain seperti ini sudah ada!"
"Jangan lihat warnaya! Perhatikan corak dan motifnya!"

Kemudian, tetangga saya itu meraba pelan-pelan dan mengamati dengan mata yang dalam kain tersebut. Memang benar, kain itu berbeda dengan yang ia punya. Cara membuatnya saja sangat bebeda, butuh keterampilan dan ketelitian. Merasa sadar, tidak ada bukti yang bisa dijadikan alasan. Akhirnya, dengan muka memerah ia mengembalikan kain itu dan meninggalkan halaman rumah saya dengan perasaan malu.

Beginilah jadinya, kalau bertetangga dengan orang yang tidak punya moral. Sesuka hatinya ingin merebut punya orang lain. Tetangga seperti ini prilakunya tak ubahnya seperti binatang. Sama sekali tidak memiliki sifat malu. Mestinya, dalam bertetangga janganlah menjadi orang yang suka memancing amarah. Apalagi sampai mengambil yang bukan haknya. Bukankah agama mengajarkan kita untuk saling memuliakan diantara setiap umatnya.

Ah, itu hanya sebagian kecil kisah tetangga saya. Masih banyak lagi sebenarnya kelakuannya yang telah membuat hati ini sakit. Terlalu panjang kalau diceritakan semuanya. Tapi saya sarankan kepada anda. Dalam bertetangga, jagalah segala perlengkapan yang ada di rumah anda. Simpanlah baik-baik. Kalau perlu, tandai. Sebab, jika anda punya tetangga yang tidak bermoral. Berhati-hatilah. Jangan nanti anda marah, jika ternyata panci kesayangan anda ada di dapur tetangga. He...he... ***

JANGANKAN LUNA MAYA, AKU PUN TAK MAU!


 Oleh : Rama Andriawan
Perkembangan teknologi membuat jarak dan waktu tidak terbatasi. Setiap orang berhak memanfaatkan teknologi tersebut. Salah satunya situs jejaring sosial yang semakin populer. Sepertinya hidup kurang lengakap tanpanya. Lewat situs jejaring sosial, orang dengan bebas menuliskan mengenai apa saja. Keluhan, kekesalan, atau sekedar hiburan saja. Tergantung bagaimana Anda dan pikiran Anda.
Jika Prita Mulyasari pernah berseteru dengan Rumah Sakit Omni Internasional gara-gara tulisan di emailnya dianggap mencemarkan nama rumah sakit tersebut. Maka, tak jauh beda dengan Luna Maya,
"Infotaimennt derajatnya lebih HINA dr pd PELACUR, PEMBUNUH!!!may ur soul burn in hell,"
Begitu Luna menumpahkan kekesalannya di account twitternya. Spontan saja para pekerja infotaiment jadi tersinggung. Memang, ceritanya sudah lama. Tapi, wanginya masih terasa. Kenapa demikian? Bayangkan saja bagaimana Luna harus berurusan denagan pekerja Infotaiment. Ia dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena kekesalan yang dituliskannya dianggap melecehkan profesi wartawan.
Akibatnya, Luna dijerat dengan UU ITE dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara atau denda 1 milliar rupiah. Fantastis sekali bukan? Makanya, berhati-hatilah jika sedang meng-update status di situs jejaring sosial. Jangan sampai si UU ITE menghantui Anda.
Pun demikian, para pekerja Infotaiment juga harus sadar. Apa yang mereka lakukan terkadang sering membuat artis merasa gerah. Apalagi jika sampai mengganggu kehidupan sang artis. Jelas, ini juga salah. Wajar, bila si Luna menumpahkan kekesalannya.
Sebagai masyarakat yang bermoral dan ber etika. Siapa pun, tak ingin diganggu ketentramannya. Anda tentu tidak mau, jika seandainya orang lain dengan seenaknya mengganggu kehidupan Anda. Apalagi sudah menyangkut hal-hal yang bersifat pribadi. Jangankan Luna Maya, aku pun tak mau! Enak ajja!


CITA-CITA, KERAGUAN DAN KERTAS KOSONG


Oleh : Rama Andriawan

Setiap manusia tentu punya keinginan. Saat manusia tercipta, begitu bersih tanpa setitik noda. Ketika pertama kali menghirup udara., sesungguhnya manusia telah membawa lembaran kertas kosong. Lembaran tersebut merupakan bekal untuk menuliskan sebuah harapan dari sejak ia kecil hingga dewasa.

Ketika saya ditanya tentang cita-cita, maka akan saya jawab : “ Ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.” Itu jawaban saya saat sekolah dasar dulu. Satu lembaran kertas kosong telah saya tulis dengan satu cita-cita.

Sekarang saya bingung, ketika orang meminta saya untuk mendeskripsikan apa arti ‘Berguna Bagi Nusa dan Bangsa.’ Ternyata, tak cukup satu lembaran kertas kosong. Pertama, saya buka lembaran kertas yang kedua. Lalu, saya mencoba tuliskan. Saya merasa pengertian dari ‘Berguna Bagi Nusa dan Bangsa’ masih kurang tepat.

Lantas saya merobek kertas itu. Hingga di kertas yang kelima, arti dari ‘Berguna Bagi Nusa dan Bangsa’ belum juga saya temukan. Toh, akhirnya banyak lembaran kertas jadi terbuang.

Belakangan saya sering murung, entah kenapa keraguan merasuki hati saya. Padahal, saya sudah berjanji untuk menaklukkannya. Tapi, kebimbangan hati semakin menjadi.

Karena keraguan, kalimat-kalimat yang tak pantas diucapkan banyak saya tuliskan di lembaran kertas kosong. Begitu kuatnya keraguan memaksa hati saya untuk menuliskan hal-hal yang tak berguna di lembaran kertas kosong tersebut.

Rasanya, lembaran kertas kosong yang saya bawa seolah tidak bermakna. Hidup seakan terombang-ambing. Tak tahu apa yang saya cari dalam hidup ini. Benar-benar memprihatinkan.

Bayangkan saja, dalam hitungan menit saya menghabiskan ratusan lembaran kertas kosong. Dalam hitungan menit pula banyak hal yang ingin saya tuliskan.

Dan, sampai sekarang di usia saya yang semakin dewasa. Saya masih terus berusaha mencari arti dari cita-cita tersebut. Dilain hal, hati saya masih terus di hantui keraguan. Namun, jawaban semua itu belum bisa saya tuliskan di lembaran kertas kosong.

Lantas, saya tidak mau larut. Antara cita-cita dan keraguan adalah dua sisi yang berbeda yang masih bisa di daur ulang. Lembaran kertas kosong yang saya bawa juga tidak akan habis selama Tuhan masih mengizinkan saya menghirup udara ciptaan-Nya.

Jika hari ini, saya masih ngotot ingin menjadi orang yang ‘Berguna Bagi Nusa dan Bangsa.’ Mungkin besok tidak. Bisa saja saya menjadi orang yang paling durhaka diantara banyak bangsa. Bila keraguan masih melekat di hati saya. Anda jangan kaget, kalau lusa saya menjadi orang yang super pede sejagat raya.

Terserah saya. Ini kertas saya. Mau dibuat bermakna atau hanya coret-coret saja. Tergantung hati dan pikiran saya! Jadi, Anda mau apa? Sukak-sukak kulah!!

peluang usaha

peluang usaha